I. PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan meliputi
pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu yang tidak dapat
dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan,
pertimbangan dan kebijaksanaan. Kata kebudayaan berasal dari kata budih
dalam bahasa sansekerta yang berarti akal kemudian menjadi kata budhi (tunggal)
atau budhaya (majemuk) sehingga kebudayaan diartikan sebagai hasil pemikiran
atau akal manusia. Ada pendapat yang mengatakan bahwa kekbudayaan berasal dari
kata budhi dan daya. Budhi adalah akal yang merupakan unsur rohani dalam
kebudayaan, sedangkan daya berarti perbuatan atau ikhtiar sebagai unsure
jasmani sehingga kebudayaan diartikan sebagai hasil dari akal dan ikhtiar
manusia. Dalam
bahasa inggris, kebudayaan adalah culture, berasal dari
kata culere (bahasa yunani) yang berarti mengerjakan tanah. Kebudayaan
dan pendidikan juga saling berpengaruh. Karena kebudayaan itu sebagai sesuatu
yang kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, akhlak, hukum,
kebiasaan-kebiasaan, dan kemampuan lain yang diperoleh seseorang dari pada
pendidikan. Namun, pada bab ini kami akan membahas mengenai pendidikan dan
perubahan kebudayaan. Serta seberapa besar pengaruh pendidikan terhadap
kebudayaan atau sebaliknya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
proses perubahan kebudayaan?
2.
Aliran
apa saja yang dapat mempengaruhi dan mengontrol kebudayaan?
3.
Bagaimanakah
pandangan-pandangan beberapa Antropolog mengenai kebudayaan?
C.
Tujuan
1.
Pengaruh
pendidikan dalam kebudayaan.
2.
Memahami
proses perubahan kebudayaan.
3.
Mendeskripsikan
beberapa aliran yang dapat mempengaruhi dan mengontrol kebudayaan.
4.
Mengetahui
dan memahami pandangan-pandangan beberapa Antropolog mengenai kebudayaan.
II. PEMBAHASAN
A. Pendidikan
Pendidikan berfungsi untuk menyampaikan, meneruskan, atau
mentranmisi kebudayaan, diantaranya nilai-nilai nenek moyang kepada generasi
muda (Nasution, 1983). Sekolah juga turut mendidik generasi muda agar hidup dan
menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang cepat akibat perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam hal ini sekolah merupakan “agent of
change”, lembaga pengubah. Sekolah mempunyai fungsi transformative. Setidaknya
sekolah harus dapat mengikuti laju perkembangan agar bangsa jangan ketinggalan
dalam kemampuan dan pengetahuan disbanding dengan bangsa-bangsa lain. Untuk itu
kurikulum harus senantiasa mengalami perubahan dan pembaharuan.
Dalam kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan, sekolah
memegang peranan penting sebagai “agent of change” untuk membawa
perubahan-perubahan sosial. Akan tetapi dalam norma-norma sosial, seperti
struktur keluarga, agama, filsafat bangsa, sekolah cenderung untuk
mempertahankan yang lama dan mencegah terjadinya perubahan yang dapat mengancam
keutuhan bangsa.
Dalam dunia yang dinamis ini tak dapat tidak setiap
masyarakat akan mengalami perubahan. Tidak turut berubah dan mengikuti
pertukaran zaman akan membahayakan eksistensi masyarakat itu. Tiap pemerintah
akan mengadakan perubahan yang diinginkan demi kesejahteraan rakyatnya dan
keselamatan bangsa dan negaranya. Untuk itu perlu diusahakan adanya
keseimbangan antara dinamika dengan stabilitas. Perubahan-perubahan itu antara
lain tercermin dalam perubahan dan pembaruan kurikulum dan system pendidikan.
Peralihan dari zaman colonial ke zaman kemerdekaan memerlukan berbagai
perubahan kurikulum sampai sesuai dengan filsafat bangsa kita.
B. Kebudayaan
Kebudayaan merupakan sistem gagasan yang telah berkembang
secara historis dan memiliki organisasi dan struktur yang terus menerus
dipelajari oleh anggota-anggota suatu masyarakat. System gagasan yang bersumber
dari akal manusia itu melahirkan bentuk-bentuk tingkah laku berpola dan
berbagai jenis kebudayaan materiil. Karena itu secara analitis Koentjaraningrat
mengemukakan adanya tiga wujud kebudayaan, yaitu wujud kompleks ide-ide, wujud
kompleks aktivitas kelakuan berpola, dan wujud benda-benda hasil karya manusia.
Dalam suatu masyarakat sederhana yang terdiri dari beberapa
puluh orang, seorang anggota yang telah dewasa dapat mengetahui hampir semua
unsur budaya kelompoknya. Namun demikian, adanya pembagian kerja yang paling
elementer antara wanita dan pria telah menyebabkan adanya perbedaan dalam
penguasaan unsur-unsur dan wujud kebudayaan yang dapat diketahui oleh seseorang,
makin tinggi tingkat pembagian kerja dan makin banyak jumlah anggota suatu
masyarakat, makin kompleks teknologi yang digunakan maka makin terbatas unsure
dan wujud budaya yang dikuasai oleh seorang anggota suatu masyarakat. Apalagi
kalau suatu masyarakat atau bangsa terbentuk sebagai akibat penggabungan
berbagai suku bangsa.
Dalam masyarakat seringkali wujud ideal kebudayaan dinamakan
adat tata kelakuan atau adat saja. Kebudayaan ideal ini berfungsi sebagai tata
kelakuan yang mengatur, mengendalikan, dan memberi arah kepada kelakuan dan
perbuatan manusia dalam masyarakat. Menurut Koentjaraningrat, wujud ideal ini
akan berbentuk nilai, norma, hukum, dan peraturan-peraturan.
Dalam masyarakat manusia pendidikan merupakan gejala yang
universal, tetapi tidak semua masyarakat mempunyai system persekolahan atau
pendidikan formal. Dalam berbagai masyarakat telah berkembang berbagai bentuk
system persekolahan, termasuk dalam masyarakat sederhana dengan ekonomi yang
masih bersifat subsistensi dan belum mempunyai aksara. Pemilihan aksara dapat
dipakai sebagai sebagai salah satu faktor kunci dalam menemukan tingkat
perkembangan kebudayaan. Bahasa tertulis yang dimungkinkan oleh adanya aksara
telah memunculkan peradaban yang tinggi. Adanya bahasa tertulis telah memungkinkan
suatu masyarakat untuk memupuk pengalaman, mengkaji ulang pengalaman-pengalaman
dari satu generasi ke generasi berikutnya yang akan menjurus kepada
perkembangan ilmu pengetahuan yang menjadi motor penggerak perkembangan
peradaban umat manusia. Ada atau tidaknya aksara dalam suatu masyarakat membawa
peradaban besar yang bersifat kualitatif dalam kehidupan kemasyarakatan.
Walaupun hakekat yang tepat dari kontribusi pendidikan
terhadap modrnisasi dan pembangunan masih diperdebatkan namun yang jelas adalah
barangkali sedikit (kalau ada) pertentangan menyangkut generalisasi bahwa
masyarakat modern dan maju memerlukan dukungan system pendidikan yang
berkembang denagn baik.
Kecepatan perubahan sosial dalam berbagai masyarakat
berbeda-beda. Perubahan dalam masyarakat yang terpencil berjalan lambat, akan
tetapi bila dengan terbukanya komunikasi dan transportasi daerah itu berkenalan
dengan dunia modern, maka masyarakat ini akan berkembang dengan lebih cepat.
Ada aspek-aspek kebudayaan seperti adat istiadat yang disampaikan turun temurun
dalam bentuk aslinya, akan tetapi banyak pula adat kebiasaan yang mengalami
perubahan terutama dalam masyarakat modern. Di samping itu terdapat perbedaan
kecepatan perubahan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Perubahan mengenai
benda-benda materiil seperti alat-alat, pakaian, hasil industry, misalnya
mobil, radio, arloji, dan sebagainya sangat cepat, orang senantiasa mencari
barang yang paling modern dan paling baru. Barang-barang yang ketinggalan zaman
segera diukar dengan yang baru. Sebaliknya terdapat hambatan dan tantangan yang
keras terhadap perubahan dalam agama, adat istiadat, nilai-nilai, norma-norma,
bentuk pemerintahan, filsafat hidup dan sebagainya.
Usaha untuk mencegah perubahan tidak selalu mudah karena
sering ada hubungan antara perubahan materiil dengan perubahan cultural.
Dibukanya jalan raya ke daerah terpencil, terbukanya desa bagi surat kabar,
radio, TV dan film membawa perubahan dalam berbagai aspek kebudayaan. Pola
hubungan antar manusia seperti pergaulan antara anak dengan orang tua, dan
sebagainya, sering mengalami perubahan yang sukar dielakkan. Demikian pula
pendidikan dan sekolah tak luput dari perubahan, karena pendidikan senantiasa
berfungsi di dalam dan terhadap system sosial tempat sekolah itu berada.
C.
Sejauh Manakah Pengaruh Pendidikan Terhadap Perubahan Kebudayaan?
Pendidikan
amatlah penting dalam berubahnya kebudayaan. Pendidikan sekaligus adalah sebuah
subsistem bagi kebudayaan dan sistem tersendiri yang berada di luarnya,
yang menunjang pembentukan, pengembangan, dan pelestarian kebudayaan. Sebagai
sebuah subsistem, pendidikan adalah bagian terpenting dari kebudayaan,
berfungsi sebagai pengarah kebudayaan dan sekaligus mekanisme pewarisan
nilai-nilai budaya sesuatu masyarakat dari satu ke lain generasi. Sebaliknya,
sebagai sebuah sistem tersendiri ia ditunjang oleh kebudayaan untuk membantu
perkembangan hidup manusia, baik perorangan maupun kelompok.
D.
Apakah Pendidikan Mempengaruhi Kebudayaan?
Pendidikan dan
kebudayaan saling berpengaruh. Hal tersebut dapat terlihat pada
pendidikan, baik formal maupun nonformal, adalah sarana untuk pewarisan
kebudayaan. Setiap masyarakat mewariskan kebudayaannya kepada generasi yang
lebih kemudian agar tradisi kebudayaannya tetap hidup dan berkembang, melalui
pendidikan.
Salah satu dasar
utama pendidikan adalah untuk mengajar kebudayaan melewati generasi. Pendidikan
biasanya berawal pada saat seorang bayi itu dilahirkan dan berlangsung seumur
hidup.
E.
Apakah Kebudayaan Mempengaruhi Pendidikan?
Kebudayaan dan
pendidikan juga saling berpengaruh. Karena kebudayaan itu sebagai seatu yang
kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, akhlak, hokum,
kebiasaan-kebiasaan, dan kemampuan lain yang diperoleh seseorang dari pada
pendidikan.
Kebudayaan bersifat konstan tetapi juga selalu berubah,
tetap dalam arti elemennya seperti bahasa dan hukum berlanjut terus tanpa
perubahan besar selama waktu yang panjang. Dikatakan berubah karena semua
elemen-elemennya secara perlahan mengalami perbahan. Perubahan kebudayaan
mencakup tiga proses utama yaitu: originasi, difusi dan reinterpretasi.
1.
Originasi
adalah penemuan elemen-elemen baru dalam satu budaya;
2.
Difusi
adalah peminjaman elemen-elemen budaya baru dan kebudayaan lain;
3.
Reinterpretasi
adalah modifikasi elemen-elemen budaya yang ada untuk memenuhi tuntutan zaman.
Pendidikan merupakan suatu kondisi yang perlu untuk
kelanjutan suatu budaya. Pendidikan juga alat yang penting untuk kerjasama yang
intelegen dengan perubahan budaya. Demikianlah salah satu cara sebuah
masyarakat berusaha tetap seirama dengan perubahan ialah dengan merubah pada
setiap generasi warisan budaya yang diajarkan di sekolah. Untuk mencapai tujuan
ini para pendidik menafsirkan kembali pengetahuan dan nilai-nilai lama untuk
menghadapi situasi-situasi baru. Sebuah kebudayaan juga mungkin melakukan
antisipasi masa depan dengan menyiapkan generasi muda dengan informasi,
sikap-sikap, dan ketrampilan tertentu yang direncanakan untuk menghadapi
situasi tertentu yang direncanakan untuk menghadapi situasi yang akan datang.
Selanjutnya, pendidikan mungkin secara tidak sengaja bisa
menjadi sumber perubahan kebudayaan. Masing-masing kebudayaan telah
mempersiapkan anggota-anggotanya untuk bertindak, berfikir, dan memandang dalam
apa yang dinamakan antropolog “a culturally delimited universe” yang
terdiri dari dunia yang telah diciptakan oleh budaya tersebut dan aspek-aspek
alam semesta yang telah dipilih mereka untuk menjadi sesuatu yang bermakna.
Jules Hendry mengatakan: kita boleh berspekulasi bahwa kebudayaan yang stabil
telah menyempurnakan atau hamper menyempurnakan, proses mempersempit bidang
persepsi anak-anak dengan melatih anak-anak untuk membebaskan fikiran mereka
dari apa-apa yang dipilih bagi persepsi mereka oleh kebudayaan tersebut (Manan,
1989). Namun, bahkan budaya yang sangat totaliter sekalipun tidak dapat secara
sempurna membatasi pemahaman anak-anak. Perbedaan antara apa yang dianggap
harus dipelajari anak-anak dengan apa yang sebenarnya dipelajari mereka
merupakan sebuah sumber konflik dan perubahan yang penting dalam sebuah
kebudayaan.
F. Aliran
Untuk Mempengaruhi dan Mengontrol Kebudayaan
Dengan menggunakan pendidikan untuk bekerjasama dengan
perubahan kebudayaan, maka terdapat beberapa aliran untuk mempengaruhi dan
mengontrol kebudayaan, antara lain: aliran progresif, aliran konservatif, dan
aliran rekonstruksionis.
F.1. Aliran Progresif
Pendidikan progresif, yang biasa dikenal menawarkan sebuah
via media antara dua pandangan yang mengatakan bahwa perubahan pendidikan
seluruhnya tergantung pada perubahan kebudayaan dan pendidikan dapat merubah
dirinya sendiri dan masyarakat tanpa perlu bekerjasama dengan kekuatan-kekuatan
sosial. Meskipun pendidikan tidak dapat menentukan arah perubahan sosial
(karena secara sendiri pendidikan tidak dapat melakukan pengungkitan yang cukup
kuat terhadap kekuatan-kekuatan budaya yang menantang), namun demikian
pendidikan dapat memperkembangkan mentalitas yang sanggup menghadapi perubahan
bila terjadi yaitu pendidikan dapat mengajari anak-anak untuk bereaksi terhadap
perubahan secara inteligen. Dengan cara ini masyarakat akan dididik untuk
memperbaiki dirinya sendiri tanpa pendidik perlu meyakinka generasi muda
tentang perubahan-perubahan tertentu yang pendidik menganggap pasti diingini.
Untuk tujuan ini anak-anak harus mempelajari dan memecahkan situasi-situasi
yang diambil dari kehidupan nyata yang mereka temukan sendiri sebagai situasi
yang benar-benar merupakan masalah. Dari pengalaman ini mereka akan memperoleh
disposisi intelektual dan emosional yang diperlukan, termasuk berbagai teknik
tertentu untuk menghadapi perubahan pada umumnya. Situasi-situasi yang demikian
akan ditemukan dalam kajian masalah-masalah kontemporer masa kini terutama
melalui ilmu-ilmu sosial. Pendidik yang progresif tidak akan mengusulkan
pemecahan masalah menurut pandangan pribadinya kepada anak-anak untuk
diperdebatkan, tetapi akan membiarkan anak-anak mencapai atau menemukan
kesimpulan mereka sendiri yang sesuai dengan nilai-nilai mereka sendiri.
Pendidikan progresif menolak rencana apapun untuk menggunakan sekolah guna
menanamkan sebuah progam reformasi sosial, mereka berpendapat bahwa
“indoktrinasi” yang demikian membatasi pertumbuhannya, pendidikan
progresif juga menentang usaha apapun untuk merinci secara pasti apa
sebenarnya masyarakat yang baik itu atas dasar bahwa masa depan itu sangat
tidak pasti. Dengan menganggap bahwa filsafat pendidikan mereka sebagai yang
paling demokratis dari semua yang lain, para pendidik progresif lebih
mengajurkan sebuah masyarakat yang berkembang sendiri dari pada sebuah
masyarakat yang direncanakan terlebih dahulu.
F.2 Aliran Konservatif
Menurut pendidik konservatif , sekolah tidak dapat
memaksakan gerak perubahan sosial tanpa mengurangi fungsi pendidikan yang
sebenarnya yaitu melatih intelektual. Sekolah bukanlah sebuah lembaga perubahan
yang tepat, tetapi sebuah pranata belajar. Karena individu yang merubah
masyarakat bukan sebaliknya, cara yang tepat untuk memperbaiki masyarakat
adalah dengan memperbaiki individu yang ada di dalamnya. Dalam pandangan ini
sekolah bertanggungjawab menanamkan dalam diri siswa apa yang secara permanen
berguna dalam warisan budaya dan bagi penyesuaian mereka terhadap masyarakat
yang ada pada waktu itu. Jika sekolah berubah menjadi agen perubahan budaya,
maka sekolah akan mempersiapkan peserta didik untuk menimbang masalah-masalah
budaya menurut nilai-nilai mereka sendiri, tidak hanya karena nilai-nilai
mereka belum matang, tetapi juga karena masalah-masalah yang demikian mesti
dipertimbangkan berdasar nilai-nilai yang esensial dari warisan budaya, dan
karena itu tidak cocok untuk topik perdebatan di sekolah. Selain itu, juga akan
menjadikan sekolah menjadi rebutan di antara kelompok-kelompok kepentingan yang
saling bersaingan.
F.3 Aliran
Rekonstruksionis
Rekonstruksionis adalah para pendidik sendiri harus
membangun kembali masyarakat dengan mengajarkan kepada generasi muda sebuah
program perubahan sosial secara bersamaan baik secara detail maupun secara
keseluruhan. Aliran ini memperbaiki 3 kekurangan aliran progresif: kekurangan
tujuan-tujuan, suatu penekanan yang tidak tepat pada individualism, dan
peremehan rintangan-rintangan budaya terhadap perubahan sosial.
Masyarakat yang baru harus mengharmoniskan nilai-nilai dasar
kebudayaan Barat dengan kekuatan-kekuatan pendorong dunia modern. Masyarakat
tersebut merupakan masyarakat demokratis yang institusi-institusi dan sumber-sumber
utamanya industry, transpor, kesehatan dan sebagainya. Tujuan dari demokrasi
nasional adalah sebuah pemerintahan dunia yang demokratis dalam semua Negara.
G. Pandangan-pandangan beberapa Antropolog
(Manan, 1989)
G.1. Montagu
Menurut Montagu tujuan utama dari sekolah di masa sekarang
seharusnya tidak lebih dari merubah kemanusiaan dengan mengajar generasi yang
lebih muda bagaimana “mencintai” melalui pendidikan dalam “seni hubungan antar
manusia”. Sekolah harus mengajarkan semua mata pelajaran dengan memfokuskan
pada “arti bagi hubungan-hubungan manusia”. Sekolah harus mendorong peserta
didik menilai dunia “secara human dan kritis” tidak hanya meniri orang tua dan
guru. sekolah harus berhenti menanamkan nilai-nilai masyarakat industri,
seperti persaingan dan sukses materi, sebaliknya mengembangkan nilai-nilai
seperti kesabaran, kerjasama, dermawan dan kedamaian dalam pikiran. Hal ini
disebabkan tata masyarakat baru tidak akan dibangun hanya atas maksud baik,
sekolah juga harus mengajar peserta didiknya, sebagai bagian dari latihan
mereka dalam hubungan-hubungan manusia.
Jika sekolah akan membuat anak menjadi orang yang mencintai
satu sama lain, menurut Montagu, sekolah harus mendidik peserta didik sejak
dini. Meskipun keluarga mempunyai peran penting dalam pembentukan kepribadian,
untuk hubungan kemanusiaan secara lebih mendalam diajarkan di sekolah. Karena
itu peserta didik harus masuk Taman Kanak-Kanak.
G.2.
W. Lloyd Warner
W. Lloyd Warner mengemukakan bahwa pendidikan seharusnya
mencerminkan kondisi-kondisi social yang ada, atau pendidikan akan gagal dalam
tugasnya menyesuaikan generasi yang akan datang terhadap lingkungan sosial
budaya. Jika sekolah tidak sejalan dengan lingkungannya, sekolah akan merusak
anak-anak.
G.3. Anthony F. C. Wallace
Anthony F. C. Wallace berpendapat bahwa pendidikan melayani
kebutuhan tiga jenis masyarakat, yaitu masyarakat revolusioner, masyarakat
konservatif, dan masyarakat reaksioner. Masyarakat revolusioner seperti Cina
dan Cuba berusaha merubah budaya mereka secara keseluruhan. Mereka perlu untuk
memperkuat kembali penduduk mereka secara moral untuk menciptakan elit yang
penuh dedikasi dan secara intelektual, yang akan mengendalikan tugas-tugas
transformasi. Karena itu pendidikan akan menekankan moralitas, latihan
intelektual, dan berhubungan dengan keterampilan teknis. Dalam masyarakat
konservatif, seperti Inggris dan Amerika, yang perhatian utama mereka
memelihara dan memperbaiki tata sosial yang telah mapan, maka intelek dan
moralitas tidak berperan penting. Pendidikan cenderung akan memusatkan
perhatian pada keterampilan teknis. Masyarakat reaksioner, seperti Portugal
atau Afrika Selatan, yang ditantang oleh gerakan revolusioner, mempertahankan
nilai-nilai tradisional yang sedang mendapat serangan dengan menjadikan
moralitas sebagai fokus sistem pendidikan. Masyarakat ini cenderung untuk
membatasi latihan intelektual.
G.4. A.K.C. Ottoway
Umumnya antropolog setuju dengan pendidik-pendidik
konservatif bahwa sekolah memiliki sedikit atau tidak ada sama sekali pengaruh
yang bebas terhadap perubahan sosial budaya. Pandangan ini dinyatakan oleh
seorang pendidik Inggris, A.K.C. Ottoway. Dia mengemukakan, bahwa pendidikan
dapat menghasilkan perubahan-perubahan dalam kebudayaan dan masyarakat hanya di
bawah perintah-perintah dari mereka yang berkuasa. Terutama di Negara-negara
totaliter pendidikan dapat merubah sikap seluruh generasi, tetapi hal tersebut
dapat terjadi karena pendidikan diarahkan untuk berbuat demikian oleh partai
yang berkuasa. Pendidikan juga dapat dapat menyiapkan orang-orang muda untuk
perubahan dengan mendorong timbulnya kebiasaan-kebiasaan memberikan pertmbangan
bebas, tetapi hal tersebut dapat dilakukan jika pertimbangan tersebut telah
dihargai oleh masyarakat luas.
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidikan amatlah penting dalam berubahnya kebudayaan.
Pendidikan sekaligus adalah sebuah subsistem bagi kebudayaan dan sistem
tersendiri yang berada di luarnya, yang menunjang pembentukan, pengembangan,
dan pelestarian kebudayaan. Sebagai sebuah subsistem, pendidikan adalah bagian
terpenting dari kebudayaan, berfungsi sebagai pengarah kebudayaan dan sekaligus
mekanisme pewarisan nilai-nilai budaya sesuatu masyarakat dari satu ke lain
generasi. Sebaliknya, sebagai sebuah sistem tersendiri ia ditunjang oleh
kebudayaan untuk membantu perkembangan hidup manusia, baik perorangan
maupun kelompok. Pendidikan dan kebudayaan saling berpengaruh.
Hal tersebut dapat terlihat pada
pendidikan, baik formal maupun nonformal, adalah sarana untuk pewarisan
kebudayaan. Setiap masyarakat mewariskan kebudayaannya kepada generasi yang
lebih kemudian agar tradisi kebudayaannya tetap hidup dan berkembang, melalui
pendidikan. Salah satu dasar utama pendidikan adalah untuk mengajar kebudayaan
melewati generasi. Pendidikan biasanya berawal pada saat seorang bayi itu
dilahirkan dan berlangsung seumur hidup.
Pengaruh%20Pendidikan%20Terhadap%20Perubahan%20Kebudayaan%20%20%20Arsaundagy%27s%20Blog.htm
0 komentar:
Posting Komentar