Senin, 11 Januari 2016

Teori Filsafat Menurut Paulo Freire & Bloom


I.                   PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Makalah ini berjudul “Pandangan Filosof Paulo Freire Dan Bloom Tentang Pendidikan”. Di tengah permasalahan pendidikan yang sedang melanda Indonesia dewasa ini, seperti masih sulitnya pendidikan dijangkau semua golongan masyarakat, angka buta huruf yang masih tinggi, hingga kebijakan-kebijakan privatisasi pendidikan a’la kaum neoliberal, ada baiknya kita mempelajari pemikiran-pemikiran tokoh yang fokus membahas tentang esensi pendidikan itu sendiri. Dalam esai ini akan dibahas salah satu filsuf yang memang terkenal dengan pemikiran-pemikirannya dalam bidang pendidikan menurut Paulo Freire dan Bloom.

B. Rumusan Masalah
            1). Siapa Paulo Freire dan Bloom ?
            2). Apa pendapat para filosof tentang pendidikan ?




II.        PEMBAHASAN
A.        Sekilas Tentang Paulo Freire dan Bloom
A.1 Paulo Freire
Freire lahir pada 19 September 1921 di Recife, Brazil. Masa kecilnya dihabiskan dalam kondisi yang serba
kekurangan meskipun ia termasuk kelas menengah. Namun kondisi ini tidak membuat Freire menyerah, Ia berhasil masuk di Fakultas Hukum di University of Recife. Disana Ia juga belajar filsafat dan psikologi. Dalam periode inilah dia mulai mengenal karya-karya Marx yang nantinya mempengaruhi pemikirannya. Karier Freire sebagai direktur Departemen Pendidikan dan kebudayaan di The State of Pernambuco membuat Freire memiliki hubungan langsung dengan masyarakat miskin. Freire juga melakukan program untuk melakukan pemberantasan buta huruf kepada ribuan petani miskin disana. Ketika militer menguasai Brazil tahun 1964, seluruh gerakan progresif dibungkam, termasuk Freire. Di penjara inilah muncul karya pertama Freire tentang pendidikan, Education as the Practice of Freedom. Selain itu, Ia juga membuat buku berjudul Pedagogy of the Oppressed yang juga membahas tentang pendidikan.
            A.2 Bloom
Bloom juga termasuk penganut aliran humanis. Aliran yang lebih menekankan perhatiannya pada apa yang mesti dikuasai oleh individu (sebagai tujuan belajar), setelah melalui peristiwa-peristiwa belajar. Tujuan belajar yang dikemukakannya dirangkum ke dalam tiga kawasan yang dikenal dengan sebutanTaksonomi Bloom. Melalui taksonomi Bloom inilah telah brhasil memberikan ispirasi kepada banyak pakar pendidikan dalam mengembangkan teori-teori maupun peraktek pembelajaran. Pada tataran praktis, taksonomi Bloom ini telah membantu para pendidik dan guru untuk merumuskan tujuan-tujuan belajar yang akan dicapai, dengan rumusan yang mudah dipahami. Berpijak pada taksonomi Bloom ini pula para praktisi pendidikan dapat merancang program-program pembelajarannya. Setidaknya di Indonesia, taksonomi Bloom ini telah banyak dikenal dan paling populer di lingkungan pendidikan.

B. Pendapat Paulo Freire Tentang Pendidikan 
Sasaran utama yang ingin dicapai dalam suatu sistem pendidikan adalah perubahan sikap yang pada gilirannya akan dimanifestasikan ke dalam bentuk perubahan perilaku. Proses pendidikan merupakan proses dinamis yang memungkinkan terjadinya penyadaran diri para partisipannya. Dalam pandangan Freire, terdapat dua jenis sistem pendidikan yang tampaknya bertolak belakang satu sama lainnya. Pertama, pendidikan berfungsi sebagai sarana yang digunakan untuk memudahkan integrasi generasi muda ke dalam logika dan sistem yang sedang berlaku, dan menghasilkan keseuaian terhadapnya. Freire memberi nama pendidikan “gaya bank” terhadap sistem pendidikan pertama karena pengetahuan merupakan anugerah yang dihibahkan oleh mereka yang menganggap dirinya berpengetahuan kepada mereka yang dianggap tidak memiliki pengetahuan apa-apa seperti :
1) Guru mengajar, murid diajar;
2) Guru mengetahui segala sesuatu, murid tidak tahu apa-apa;
3) Guru berpikir, murid dipirkan;
4) Guru bercerita, murid patuh mendengarkan;
5) Guru menentukan peraturan, murid diatur;
.                                   Secara lebih serius Paulo Freire menilai bahwa pendidikan gaya bank memunculkan dikotomi antara manusia dengan dunia. Manusia semata-mata ada di dalam dunia, bukan bersama dunia atau orang lain; manusia adalah penonton, bukan pencipta. Selanjutnya Freire menyatakan bahwa pendidikan gaya bank mengasumsikan bahwa manusia bukanlah makhluk yang berkesadaran, yang secara pasif terbuka untuk menerima apa saja yang disodorkan oleh realitas dunia luar; sama seperti benda-benda lain yang ada di dunia ini.
Untuk menciptakan insan-insan yang penuh berkesadaran yang pada hakikatnya merupakan manusia aktif yang menciptakan dunia maka Freire melontarkan gagasan sistem pendidikan yang dinamakannya sebagai sistem ”hadap-masalah” (problem posing). Peran guru dan murid bersama-sama aktif, bersama-sama menjadi subyek, bersama-sama menghadapi persoalan dan mencoba memecahkannya. Hubungan vertikal yang terjadi pada sistem pendidikan gaya bank ditolak. Melalui proses dialog, guru-nya-murid dan murid-nya-guru tidak ada lagi, dan muncul suasana baru yaitu : guru-yang-murid dan murid-yang-guru. Guru tidak lagi menjadi orang-orang yang mengajar, tetapi orang yang mengajar dirinya sendiri melalui dialog dengan para murid, yang pada gilirannya di samping diajar, para murid pun mengajar. Mereka semua bertanggungjawab terhadap suatu proses dalam mana mereka tumbuh dan berkembang. Di sini tidak ada orng yang mengajar orang lain, atau orang yang mengajar diri sendiri. Manusia saling mengajar satu sama lain, di tengahi oleh dunia, oleh obyek-obyek yang dapat diamati yang dalam pendidikan gaya bank ”dimiliki” oleh guru mereka.
Kedua,  pendidikan berfungsi sebagai “praktek pembebasan”, yakni sarana dengan apa manusia berurusan secara kritis dan kreatif dengan realitas, serta menemukan bagaimana cara berperan serta untuk mengubah dunia mereka.
Visi pendidikan Freire adalah bagaimana pendidikan menjadi kesatuan antara teori dan praxis untuk melihat dan mengubah realitas sosial masyarakat yang penuh dengan penindasan. Pendidikan, ditujukan untuk humanisasi diri dan sesama, melalui tindakan sadar untuk mengubah dunia (Freire dikutip dari Pramono: 2012). Pendidikan bagi kaum tertindas bukan hanya mencoba memberikan teori yang kering atas pertanyaan dari realitas, lebih dari sekedar itu, harus merupakan pemberi motivasi untuk kehidupan. Sedangkan pendidikan bagi kaum tertindas sendiri, menurut Freire sebagaimana dikutip dari Pramono (2012), adalah “…makes oppression and its causes objects of reflection by the oppressed, and from that reflection will come their necessary engagement in the struggle for their liberation. And in the struggle this pedagogy will be made and remade”

C. Pendapat Bloom Tentang Pendidikan
Tujuan belajar yang dikemukakannya dirangkum ke dalam tiga kawasan yang dikenal dengan sebutanTaksonomi Bloom. Melalui taksonomi Bloom inilah telah brhasil memberikan ispirasi kepada banyak pakar pendidikan dalam mengembangkan teori-teori maupun peraktek pembelajaran. Pada tataran praktis, taksonomi Bloom ini telah membantu para pendidik dan guru untuk merumuskan tujuan-tujuan belajar yang akan dicapai, dengan rumusan yang mudah dipahami. Berpijak pada taksonomi Bloom ini pula para praktisi pendidikan dapat merancang program-program pembelajarannya. Setidaknya di Indonesia, taksonomi Bloom ini telah banyak dikenal dan paling populer di lingkungan pendidikan. Secara ringkas, ketiga kawasan dalam taksonomi Bloom adalah sebagai berikut :
~Domain kognitif, terdiri atas 6 tingkatan, yaitu :
1)         Pengetahuan (mengingat, menghafal)
2)         Pemahaman (menginterprestasikan)
3)         Aplikasi (menggunakan konsep untuk memecahkan masalah)
4)         Analisis (menjabarkan suatu konsep)
5)         Sintesis (menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi suatu    konsep   utuh
6)         Evaluasi (membandingkan nilai-nilai, ide, metode, dsb.
~Domain psikomotor, terdiri atas 5 tingkatan, yaitu :
1)            Peniruan (menirukan gerak)
2)            Penggunaan (menggunakan konsep untuk melakukan gerak)
3)            Ketepatan (melakukan gerak dengan benar)
4)            Perangkaian (melakukan beberapa gerakan sekaligus dengan benar)
5)            Naturalisasi (melakukan gerak secara wajar
~Domain afektif, terdiri atas 5 tingkatan, yaitu :
1)            Pengalaman (ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu)
2)            Merespon (aktif berprtisipasi)
3)            Penghargaan (menerima nilai-nilai, setia pada nilai-nilai tertentu)
4)            Pengorganisasan (menghubung-hubungkan nilai-nilai yang dipercayainya)
5)            Pengamalan (menjadikan nilai-nilai sebagai bagian dari pola hidupnya)

D. Teori Humanistic
Teori humanistik sering dikritik karena sukar diterapkan daam konteks yang lebih praktis. Teori ini diangagap lebih dekat dengan bidang filsafat, teori kepribadian dan psikoterapi dari pada bidang pendidikan, sehingga sukar menterjemahkannya ke dalam langkah-langkah yang lebih kongkret dan praktis. Namun karena sifatnya yang ideal, yaitu memanusiakan manusia, maka teori humanistik mampu memberikan arah terhadap semua komponen pembelajaran untuk mendukung tercapainya tujuan tersebut.
Semua komponen pendidikan temasuk tujuan pendidikan diarahkan pada terbentuknya manusia yang ideal, manusia yang dicita-citakan, yaitu manusia yang mampu mencapai aktualisasi diri. Untuk itu, sangat perlu diperhatikan bagaimana perkembangan peserta didik dalam mengaktualisasi dirinya, pemahaman terhadap dirinya, serta realisasi diri. Pengalaman emosional dan karakteristik khusus individu dalam belajar perlu diperhatikan oleh guru dalam merencanakan pembelajaran. Karena seseorang akan dapat belajar dengan baik jika mempunyai pengertian tentang dirinya sendiri dan dapat membuat pilihan-pilihan secara bebas ke arah mana ia akan berkembang. Dengan demikian teori humanistik mampu menjelaskan bagaimana tujuan yang ideal tersebut dapat dicapai.
Teori humanistik akan sangat membantu para pendidik dalam memahami arah belajar pada dimensi yang lebih luas, sehingga upaya pembelajaran apapun dan dalam konteks manapun akan selalu diarahkan dan dilakukan untuk mencapai tujuannya. Meskipun teori humanistik ini masih sukar diterjemahkan ke dalam langkah-langkah pembelajaran yang praktis dan operasional, namun sumbangan teori ni amat besar. Ide-ide, konsep-konsep, taksonomi-taksonomi tujuan yang telah dirumuskannya dapat membantu para pendidik dan guru untuk memahami hakekat kejiwaan manusia. Hal ini akan dapat membantu mereka dalam menentukan komponen-komponen pembelajaran seperti perumusan tujuan, penentuan materi, pemilihan strategi pembelajaran, serta pengembangan alat evaluasi, ke arah pembentukan manusia yang dicita-citakan tersebut.
Kegiatan pembelajaran yang dirancang secara sistematis, tahap demi tahap secara ketat, sebagai mana tujuan-tujuan pembelajaran yang telah dinyatakan secara eksplisit dan dapat diukur, kondisi belajar yang dapat diatur dan ditentukan, serta pengalaman-pengalaman belajar yang dipilih untuk siswa, mungkin saja berguna bagi guru tetapi tidak berarti bagi siswa (Rogers dalam Snelbecker, 1974). Hal tersebut tidak sejalan dengan teori humanistik. Menurut teori ini, agr belajar bermakna bagi siswa, diperlukan insiatif dan keterlibatan penuh dari siswa sendiri. Maka siswa akan mengalami belajar eksperiensial (experiential learning).
Dalam prakteknya teori humanistik ini cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar. Oleh sebab itu, walaupun secara ekspilsit belum ada pedoman baku tentang langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan humanistik, namun paling tidak langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan humanistik, namun paling tidak langkah-langkah pembelajaran yang dikemukakan oleh Suciati dan Prasetya Irawan (2001) dapat digumakan sebagi acuan. Langkah-langkah yang dimaksud adalah sebagi berikut :
1.      Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran.
2.      Menentukan materi pembelajaran.
3.      Mengidentifikasi kemampuan awal (entri behvior) siswa.
4.      Mengidentifikasi topik-topik pelajaran yang memungkinkan siswa secara aktif melibatkan diri atau mengalami dalam belajar.
5.      Merancang fasilitas belajar seperti lingkungan dan media pembelajaran.
6.      Membimbing siswa belajar secara aktif.
7.      Membimbing siswa untuk memahami hakikat makna dari pengalaman belajarnya.
8.      Membimbing siswa membuat konseptualisasi pengalaman belajarnya.
9.      Membimbing siswa dalam mengaplikasikan konsep-konsep baru ke situasi nyata.
10.  Mengevaluasi proses dan hasil belajar.
Pandangan penganut aliran humanistic :Bloom dan Krathwohl, dengan 3 kawasan tujuan belajar, yaitu kognitif, psikomotor, dan efektf. seperti yang dijelaskan oleh Bloom (1979), bahwa belajar mencakup tiga ruang lingkup, yaitu cognitive domain yang berkaitan dengan pengetahuan hapalan dan pengembangan intelektual, affective domain, yang berkaitan dengan minat, sikap dan nilai serta pengembangan apresiasi dan penyesuaian, psychomotor domain, yang berkaitan dengan prilaku yang menuntut koordinasi syaraf.


E. Fitrah Manusia
Pada dasarnya fitrah manusia adalah menjadi subyek yang bertindak terhadap dan mengubah dunianya, dan dengan demikian bergerak menuju kemungkinan-kemungkinan yang selalu baru bagi kehidupan yang lebih berisi dan lebih kaya secara perorangan maupun secara bersama-sama. “Dunia” ini, sebagaimana dikatakannya, bukanlah suatu tatanan yang statis dan tertutup, suatu realitas yang telah pasti (given) di mana seseorang harus menerima dan menyesuaikan diri; melainkan dunia ini adalah suatu masalah yang harus digeluti dan dipecahkan. Dalam kacamata ini maka manusia bukanlah obyek, melainkan subyek yang seyogianya mampu mengubah dunia.Dunia ini menjadi baik atau buruk, laksana surga atau neraka, penuh perdamaian atau peperangan, kesemuanya itu ada di tangan manusia.
Fitrah manusia dengan demikian menjadi pencipta dari apa yang dipikirkannya sendiri; merupakan makhluk yang penuh kreativitas untuk menciptakan kemunginan-kemungkinan baru yang bisa jadi belum pernah terpikirkan sebelumnya. Manusia senantiasa “menjadi”; dari satu bentukan tertentu ke bentukan lainnya, dari satu pola pikiran ke pola pikiran lainnya, mencipta paradigma-paradigma baru yang sekaligus juga menghancurkan sistem nilai lama yang kadang pernah diyakini sebagai sesuatu yang paling baik sekali pun.Manusia harus menjadi dirinya sendiri, manusia harus merdeka mengembangkan pola pikirnya. Tanpa kemerdekaan tidak akan ada kreativitas, tanpa kreativitas tidak ada perubahan, tanpa perubahan tidak ada kehidupan, tanpa kehidupan tidak ada dunia.

F. Fungsi-Fungsi Psikis
1. Pengamatan
Pengamatan adalah cara pengenalan dunia oleh subjek didik melalui penglihatan, pendengaran, perabaan, pembauan dan pengecapan. Pengamatan merupakan gerbang bai masuknya pengaruh dari luar ke dalam individu subjek didik, dan karena itu pengamatan penting artinya bagi pembelajaran.Untuk kepentingan pengaturan proses pembelajaran, para pendidik perlu memahami keseluruhan modalitas pengamatan tersebut, dan menetapkan secara analitis manakah di antara unsur-unsur modalitas pengamatan itu yang paling dominan peranannya dalam proses belajar. Kalangan psikologi tampaknya menyepakati bahwa unsur lainnya dalam proses belajar. Dengan kata lain, perolehan informasi pengetahuan oleh subjek didik lebih banyak dilakukan melalui penglihatan dan pendengaran. Jika demikian, para pendidik perlu mempertimbangkan penampilan alat-alat peraga di dalam penyajian material pembelajaran yang dapat merangsang optimalisasi daya penglihatan dan pendengaran subjek didik. Alat peraga yang dapat digunakan, umpamanya ; bagan, chart, rekaman, slide dan sebagainya.
2. Ingatan
Secara teoritis, ada 3 aspek yang berkaitan dengan berfungsinya ingatan, yakni (1) menerima kesan, (2) menyimpan kesan, dan (3) memproduksi kesan. Mungkin karena fungsi-fungsi inilah, istilah “ingatan” selalu didefinisikan sebagai kecakapan untuk menerima, menyimpan dan mereproduksi kesan. Kecakapan merima kesan sangat sentral peranannya dalam belajar. Melalui kecakapan inilah, subjek didik mampu mengingat hal-hal yang dipelajarinya. Dalam konteks pembelajaran, kecakapan ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya teknik pembelajaran yang digunakan pendidik. Teknik pembelajaran yang disertai dengan penampilan bagan, ikhtisar dan sebagainya kesannya akan lebih dalam pada subjek didik. Di samping itu, pengembangan teknik pembelajaran yang mendayagunakan “titian ingatan” juga lebih mengesankan bagi subjek didik, terutama untuk material pembelajaran berupa rumus-rumus atau urutan-urutan lambang tertentu. Contoh kasus yang menarik adalah mengingat nama-nama kunci nada g (gudeg), d (dan), a (ayam), b (bebek) dan sebagainya. Hal lain dari ingatan adalah kemampuan menyimpan kesan atau mengingat. Kemampuan ini tidak sama kualitasnya pada setiap subjek didik. Namun demikian, ada hal yang umum terjadi pada siapapun juga : bahwa segera setelah seseorang selesai melakukan tindakan belajar, proses melupakan akan terjadi. Hal-hal yang dilupakan pada awalnya berakumulasi dengan cepat, lalu kemudian berlangsung semakin lamban, dan akhirnya sebagian hal akan tersisa dan tersimpan dalam ingatan untuk waktu yang relatif lama.Untuk mencapai proporsi yang memadai untuk diingat, menurut kalangan psikolog pendidikan, subjek didik harus mengulang- ulang hal yang dipelajari dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama. Implikasi pandangan ini dalam proses pembelajaran sedemikian rupa sehingga memungkinkan bagi subjek didik untuk mengulang atau mengingat kembali material pembelajaran yang telah dipelajarinya. Hal ini, misalnya, dapat dilakukan melalui pemberian tes setelah satu submaterial pembelajaran selesai. Kemampuan resroduksi, yakni pengaktifan atau prosesproduksi ulang hal-hal yang telah dipelajari, tidak kalah menariknya untuk diperhatikan. Bagaimanapun, hal-hal yang telah dipelajari, suatu saat, harus diproduksi untuk memenuhi kebutuhan tertentu subjek didik, misalnya kebutuhan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam ujian ; atau untuk merespons tantangan-tangan dunia sekitar. Pendidik dapat mempertajam kemampuan subjek didik dalam hal ini melalui pemberian tugas-tugas mengikhtisarkan material pembelajaran yang telah diberikan.
3.Pengamatan Indera
Setiap manusia yang sehat rnentalnya dapat mengenal lingkungan fisik yang nyat4, baik di dalam dirinya sendiri maupun di luar dirinya dengan menggunakan organ-organ inderanya. Cara mengenal dunia luar seperti mi disebut mengamati secara indera, organ-organ indera yang ada pada din manusia disebut “modalitas pengamatan”. Pengamatan merupakan fungsi sensoris yang mernungkinkan seseorang menangkap stimuli dan duma nyata sebagai bahan yang teramati. Pengamatan sebagai suatu fungsi primer dan jiwa dan menjadi awal dan aktivitas intelektual. Objek pengarnatan memiliki sifatsifat keinginan, kesendirian, lokalitas, dan bermateri. Subjek dapat mengadakan orientasi terhadap suatu objek, karena objek itu dapat ditangkap dengan tidak tergantung kepada adanya saja.
Untuk memungkinkan subjek mengadakan orientasi, maka subjek dapat menggambarkan dunia pengamatan menurut aspek pengaturan tertentu berupa sudut-sudut tinjauan: (1) ruang, yaitu menggambarkan dunia pengamatan dalam konsep-konsep seperti atas bawah, kanan kin, jauh dekat, muka belakang, dan sebagainya: (2) waktu, dunia pengamatan digambarkan dalam hubungannya dengan jarak waktu, jarak ruang, stabilitas benda tetap maupun tidak tetap, waktu dulu, sekarang dan akan datang dan sebagaiñya; (3) Gestalt, dunia pengamatan digambarkan sebagai bentukan-bentukan athu medan psikologis yang tersusun dalam kebulatan, kesatuan, dan kesarnaan dan bagian-bagian dalam konteks keseluruhan; dan (4) arti, medan pengamatan digambarkan dengan hubungan arti atau struktur arti. Berbagai objek atau peristiwa yang sama, apabila ditinjau dan sudut arti dan masing-masing akan rnenunjukkan hal-hal yang sangat berbeda misalnya bentuk gedung sekolah, gedung asrarna, gedung markas tentara, rumah sakit, perkantoran yang bersamaan, namun artinya berbeda-beda meskipun sama-sama gedung. Para ahli psikologi membedakan lima macam alat indera menurut jima macam modalitas pengamatan yakni:
a. Penglihatan
Ada tiga macam penglihatan yaitu: (I) penglihatan terhadap bentuk, yaitu penglihatan terhadap penglihatan yang berdimensi dua. Setiap objek penglihatan tidak dilihat secara terpisah-pisah, melainkan sebagai objek yang saling berhubungan, misalnya objek yang dekat dan yang jauh, objdk yang pokok dan yang melatarbelakangi, objek yang menjadi bagian dan keseluruhannya; (2) penglihatan terhadap warna yaitu objek psikhis dan warna menyangkut nilai-nilai psikologis warna meliputi nilai efektif suatu objek yang mempengaruhi tingkah laku manusia dan nilai lamb ang atau simbolis misalnya merah adalah lambang keberanian, putih adalah lambang kesucian dan ketulusan, hitam lambang kesedihan, kuning lambang pengharapan, biru lambang kasih sayang atau kesetiaan, hijau lambang kesejahteraan, ungu lambang kebesaran dan kemuliaan, abu-abu lambang keraguan atau kesabaran dan lain-lain; (3) penglihatan terhadap dalam objek yang berdimensi tiga, gejala penting yang tampak dan penglihatan mi adalah kontansi volume dan jarak yang berbeda kita melihat sesuatu benda, ternyata memperoleh kesan bahwa volume benda itu tidak berbeda, melainkan sama, tidak berubah sifatnya melainkan konstan besarnya. [ni terjadi karena objek yang kita hadapi setalu dilihat dalam konteks sistemnya dan proporsi atau perbandingan benda-benda satu sama lain serta terhadap tempatnya adalah sama.
b. Pendengarannya
Mendengar adalah menangkap bunvi-bunyi (suara) dengan indera pendengar, pendengaran dan suara itu memelihara komunikasi vokal antara makhluk yang satu dengan lainnya. Bunyi suara binatang dan manusia sebenamya adalah pemyataan, dan dimengerti oleh binatang dan manusia lain dalam suatu arti tertentu. Karena itu, makna bunyi dapat berfungsi dua macam yaitu sebagai tanda (signal) dan sebagai lambang karena itu yang kita tangkap adalah artinya bukan bunyi atau suaranya. Mendengar atau mendengarkan adalah menangkap atau menerima suara melalui indera pendengaran. Pendengaran terhadap bunyi-bunyian, mi berarti apa yang barn saja didengar atau terdengar tidak akan segera hilang, melainkan masih terngiang dan masih turut bekerja dalam apa yang didengar atau terdengar pada saat berikutnya.

4. Tanggapan
Tanggapan menurut Bigot at al (1950:72) biasanya didefinisikan sebagai bayangan yang tinggal dalam ingatan setelah kita melakukan pengamatan. Suryabrata (2001:36) berpendapat sebenamya definisi mi kurang menggambarkan materinya, sebab hanya menunjuk kepada sebagian saja dan tanggapan itu. Linschoten mencoba membenikan definisi yang lebih memadai, walaupun agak sukar difahami, dia mengemukakan bahwa tanggapan adalah melakukan kembali sesuatu perbuatan atau melakukan sebelumnya sesuatu perbuatan tanpa hadimya objek fungsi primer yang merupakan dasar dan modalitas tanggapan itu. Kemudian tanggapan juga bisa didefinisikan sebagai bayangan yang menjadi kesan yang dihasilkan dan pengamatan. Kesan tersebut menjadi isi kesadaran yang dapat dikembangkan dalam hubungannya dengan konteks pengalaman waktu sekarang seth antis ipasi keadaan untuk masa yang akan datang. Ada tiga macam tanggapan yaitu: (1) tanggapan masa lampau yang sering disebut sebagai tanggapan ingatan; (2) tanggapan masa sekarang sebagai tanggapan imajinatif, dan (3) tanggapan masa mendatang sebagai tanggapan antisipatif. Menganggap dapat diartikan sebagai mereaksi stimuli dengan membangun kesan pribadi yang berorientasi kepada pengarnatan masa lalu, pengamatan masa sekarang, dan harapan masa yang akan datang.
Tanggapan dip eroleh dan penginderaan dan pengamatan. Johann Frederich E-lerbart (1776-1841) mengemukakan bahwa tanggapan ialah mempakan unsur dasar dan jiwa manusia. Tanggapan dipandang sebagai kekuatan psikologis yang dapat menolong atau menimbulkan keseimbangan, ataupun merintangi atau merusak keseimbangan. Tanggapan-tanggapan ada yang berada dalam kesadaran, dan kebanyakan dibawah sadar, diantara kedua kesadaran mi terdapat batas pemisah yang disebut “ambang kesadaran”.
Tanggapan yang mengendap dibawah kesadaran dapat muncul kembali ke dalam kesadaran dan yang semula memang berada diambang kesadaran itu selalu ada dan muncul secara mekanis (Soemanto, 2000:26). Dalam tanggapan kita tidak hanya dapat menghidupkan kembali apa yang telah kita amati di masa lampau, akan tetapi kita juga dapat mengantisipasikan yang akan datang, atau mewakili yang sekarang. Untuk memudahkan penafsiran tanggapan biasanya ditenipuh dengan jaJan membuat perbanthngan antara tangga pan daiz pengamatan. Biasanya orang mengemukakan deretan gejala dan yang paling berperaga, dengan berpangkal pada pengamatan, sampai ke paling yang kurang berperaga yaitu berpikir.
Dengan dernikian kita dapat rnenyebutkan adanya berbagai sifat ingatan yang baik. Ingatan dikatakan cepat apabila dalam mencamkan kesan-kesan tidak mengalami kesulitan. Ingatan dikatakan setia apabila kesan yang telah dicamkan itu tersimpan dengan baik dan stabil. Ingatan dikatakan kuat apabila kesan-kesan yang tersimpan bertahan Lama, ingatan dikatakan luas, apabila kesan-kesan yang tersimpan sangat bervariasi dan banyak jurnlahnya. Ingatan dikatakan siap, apabila kesan-kesan yang tersimpan sewaktu-waktu mudah direproduksikan ke alam kesadaran. Mencarnkan terhadap sesuatu kesan akan lebih kuat apabila: (1) kesan-kesan yang dicamkan dibantu dengan penyuaraan; (2) pikiran subjek lebih terkonsentrasi kepada kesan-kesan itu; (3) teknik belajar yang dipakai oleh subjek adalah efektif (4) subjek menggunakan titian ingatan; dan (5) struktur bahan dan kesan-kesan yang dicamkan adalahjelas.
Ingatan cepat artinya mudah dalam mencamkan sesuatu hal tanpa menjumpai kesukaran, penggunaan metode belajar yang tepat akan mempertinggi pencaman. Dalam hubungan dengan mi dikenal ada tiga macam metode belajar yaitu: (1) metode keselunthan yaitu metode menghafal dengan mengulang berkali-kali dan permulaan sampai akhir; (2) metode bagian yaitu menghafal sebagian demi sebagian, masing-masing bagian itu dihafal; dan (3) metode campuran yaitu menghafal bagian-bagian yang sukar lebih dahulu, selanjutnya dipelajari dengan metode keseluruhan. Secara umum pencaman dip erkuat oleh faktor struktur bahan yang dicamkan dan sikap bathin orang mengenai bahan itu.
5. Pikiran dan Berpikir
Pikiran dapat diartikan sebagai kondisi letak hubungan antar bagian pengetahuan yang telah ada dalarn din yang dikontrol oleh akal. Akal adalah sebagai kekuatan yang mengendalikan pikiran. Sedangkan berpikir berarti meletakkan hubungan antar bagian pengetahuan yang dip eroleh manusia. Berpikir sebagai proses menentukan hubungan-hubungan secara bermakna antara aspek-aspek dan suatu bagian pengetahuan. Sedangkan bentuk aktivitas berpikir merupakan tingkah laku simbolis, karena seluruh aktivitas mi berhubungan dengan atau mengenai penggantian hal-hal yang konkret. Berpikir merupakan proses dinamis yang menernpuh tiga langkah berpikir yaitu: (1) pembentukan pengertian yaitu melalui proses mendeskripsi ciri-ciri objek yang sejenis mengklasifikasi ciri-ciri yang sama mengabstraksi dengan menyisthkan, membuang, dan menganggap ciri-ciri yang hakiki; (2) pembentukan pendapat, yaitu meletakkan hubungan antar dua buah pengertian atau lebih yang hubungan itu dapat dirumuskan secara verbal berupa pendapat menolak, pendapat menerima atau mengiakan, dan pendapat asumtif yaitu mengungkapkan kemungkinan-kemungkinan suatu sifat pada suatu hal; dan (3) pembentukan keputusan, yaitu penarikan kesimpulan yang bempa keputusan sebagai hasil pekerjaan akal berupa pendapat barn yang dibentuk berdasarkan pendapat-pendapat yang sudah ada.
6.Kemauan
Kemauan bukanlah aktivitas maupun usaha kejiwaan, melainkan kekuatan atau kehendak untuk memilih dan merealisasi suatu tujuan yang merupakan pilihan diantara berbagai tujuan yang bertentangan. Pemilihan dan relasi tujuan memerlukan suatu kekuatan yang disebut kemauan, dan kemauan itu bukan keinginan. Kemauan dapat bekerja baik secara paksaan maupun dalam bentuk pilihan sendiri. Kemauan yang bebas adalah kemauan yang sesuai dengan keinginan din, sedangkan kemauan yang terikat adalah kemauan yang ditimbulkan oleh kondisi kebutuhan yang terbatasi oleh norma sosial ataupun kondisi lingkungan.
Kekuatan kemauan bereaksi, apabila dipancing oleh adanya usaha memenuhi kebutuhan. Bila ditekankan pada kepentingan pribadi, maka kemauan mengaktualisasikan din sebagai kekuatan yang mendorong perbuatan mencapai tujuan. Bila ditekankan pada segi Iainnya, maka kemauan mengaktualisasikan din sebagai kekuatan yang menarik perbuatan yang mencapai tujuan. Kekuatan kemauan dapat diterangkan berupa dorongandorongan pemilihan yang dilatarbelakangi oleh nilai-nilai, kebutuhankebutuhan, pengetahuan, ketrampilan sikap, dan kebiasan yang dimiliki pribadi. Kuat atau lemahnya kemauan seseorang dilatarbelakangi oleh pengalaman atu hasil belajamya.
Karena itu pendidikan mempunyai peranan penting dalam mengendalikan kemauan anak didik untuk belajar lebih lanjut. Pendidikan hendaknya mampu memberikan pengalaman belajar sedemikian rupa, sehingga pengalaman itu memperkuat kemauan anak didik untuk belajar lebih rajin dan lebih baik.



DAFTAR PUSTAKA
DR. C. Asri Budiningsih, 2004. Belajar dan Pembelajaran. Penerbit Rinika Cipta, Yogyakarta. Hal. 74-76





 #thispaperscreatedby:SheilaIkaIsnaini#AP#FIP#UM#2014






  

0 komentar:

Posting Komentar